Ibnu Qayyim telah mewanti-wanti hal ini akan munculnya Mufti jadi-jadian yang dengan fatwanya yang palsu hanya menimbulkan kerusakan, dan ia pun berdosa karena telah berbicara tanpa ilmu. Beliau berujar di I'lamul Muwaqqi'in jilid ke 4 hal. 217 :
من أفتى الناس وليس بأهل للفتوى فهو آثم عاص، ومن أقره من ولاة الأمر على ذلك فهو آثم أيضاً . قال أبو الفرج ابن الجوزي ـ رحمه الله ـ: ويلزم ولي الأمر منعهم، كما فعل بنو أمية، وهؤلاء بمنزلة من يدل الركب وليس له علم بالطريق، وبمنزلة الأعمى الذي يرشد الناس إلى القبلة، وبمنزلة من لا معرفة له بالطب وهو يطب الناس، بل هو أسوأ حالاً من هؤلاء كلهم، وإذا تعين على ولي الأمر منع من لم يحسن التطبب من مداواة المرضى؛ فكيف بمن لم يعرف الكتاب والسنة ولم يتفقه في الدين؟!
"Barangsiapa yang berfatwa untuk ummat manusia sementara ia bukanlah ahli fatwa maka ia berdosa lagi durhaka. Apabila pemerintah membiarkannya berfatwa maka pemerintah juga turut berdosa juga. Abul Faraj Ibnul Jauzi telah menyatakan bahwa pemerintah harus mencegahnya, sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah Bani Umayyah. Mereka (para Mufti palsu) ini bagaikan seorang penunjuk jalan padahal ia sendiri tidak mengetahui arah jalan tersebut.
Laksana orang yang tidak mengerti ilmu pengobatan namun ia tetap nekad mengobati pasien. Mereka ini termasuk diantara orang-orang yang paling buruk keadaannya. Jika pemerintah mengetahui perbuatan mereka, maka pemerintah berhak untuk melarang orang-orang yang tidak memahami seluk beluk pengobatan agar tidak membuka praktek pengobatan. Lantas bagaimana dengan orang yang tidak memahami secara mendalam Al-Qur'an dan Sunnah serta tidak faqih dalam urusan agama ?!"
Tambun Selatan, Jabar
Oleh : Ustadz Abu Hanifah Jandriadi Yasin
Tanggal : 15 Desember 2020
Sumber : https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1135373566916620&id=100013319622062&mibextid=Nif5oz