Merajalela.
Oleh : Ustadz Abu Hanifah Jandriadi Yasin
Tanggal : 4 September 2022
Sumber : https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1559582811162358&id=100013319622062&mibextid=Nif5oz
=====
Madzhab Ahlus Sunnah meyakini iman itu bertambah dan berkurang. Ahlus Sunnah meyakini bahwa iman itu ialah ucapan, amalan perbuatan, dan keyakinan. Oleh karena itulah ahlus Sunnah menetapkan bahwa pembatal iman itu dengan 4 hal : keyakinan, amalan, ucapan, dan keraguan.
Dalam bab takfir, ahlus Sunnah tidak gegabah seperti khawarij yang mengakfirkan pelaku dosa besar dan segala perbuatan yang bukan pembatal Islam, namun ahlus Sunnah tidak seperti murji'ah yang hanya meyakini bahwa seorang keluar dari Islam hanya berdasarkan keyakinannya, segamblang kekafiran apapun tidak akan berpengaruh bagi murji'ah.
Para ulama kita semisal Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah di Subulus Salam menjelaskan bahwa kehati-hatian dalam bab takfir yang harus diserahkan kepada ulama ialah pada perkara yang khafiy alias samar. Bahkan beliau menyatakan adalah sebuah kebodohan jika seorang yang jelas melakukan kekafiran tidak boleh di ta'yin, yaitu dikafirkan secara person semisal pada kasus seorang yang menghalalkan zina, beliau menyatakan setiap invidu kaum muslimin baik awam sekalipun boleh mengkafirkan sang penghalal zina tersebut. Silahkan menyelami samudra Subulus Salam. Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah sering menyebutnya bahwa kita hanya menghukumi berdasarkan yang zhahir, yang nampak. Adapun urusan isi hati, kita tidak dibebani oleh syari'at untuk menghukuminya pada kasus ini.
Asy-syaikh Al-'Utsaimin rahimahullah juga menyatakan hal serupa, namun beliau menyatakan jika sang penghalal zina tersebut baru masuk Islam atau ia tinggal dari negeri kaum muslimin, tidak ada akses informasi Islam yang masuk kepadanya, maka ia diberikan udzur. Namun jika keadaannya dinegeri kita, maka ia divonis kafir.
Demikian pula dengan seorang yang jelas berada di gereja, mendengarkan ceramah pastur memakai salib, mengepalkan tangannya sebagai ciri khas ibadah nasrani maka ia dihukumi murtad, orang awam pun paham bahwa ia adalah beragama nashrani atau orang yang murtad. Namun murji'ah tidak mengkafirkannya sampai syubhat misionaris dan para uskup hilang dari kepalanya.
Apa sih urgensinya mengkafirkan ?
Pertama, mengkafirkan yang tepat sasaran ialah hak dari tauhid, karena tauhid rukunnya tidak hanya istbat, namun juga ada an-nafyu, bahkan ia adalah rukun pertama tauhid.
Kedua, mengkafirkan akan memberikan efek jera bagi yang lain. Contoh : Kasus penghalal zina jika dibiarkan maka orang lain akan semakin berani melakukan hal yang sama, masyarakat pun akan menganggap bahwa perbuatan tersebut tidak memiliki konsekuensi hukum yang berat, terlebih disaat negara tidak hadir dalam kasus ini. Maka para ulama mengkafirkan, orang awam mengkafirkan sehingga masyarakat akan merasa takut dari perbuatan tersebut.
Oleh : Ustadz Abu Hanifah Jandriadi Yasin
Tanggal : 4 September 2019
Sumber : https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=758708917916422&id=100013319622062&mibextid=Nif5oz