Jujur ingin tahu Ustâdz, kenapa ada 'ulamâ' mencabut perkataannya, padahal itu kebenaran, padahal diakui itu kebenaran?.
Jawaban:
Telah kita terangkan pada kajian "Ushûlus Sittah" bahwa 'ulamâ ada tiga:
1) 'Ulamâ daulah ('ulamâ pemerintah atau 'ulamâ negara).
2) 'Ulamâ ummah ('ulamâ kaum atau umat).
3) 'Ulamâ Millah ('ulamâ agama).
'Ulamâ daulah akan berkata atau berfatwâ sesuai keinginan daulah, apa yang dimaukan oleh daulah selalu menuruti dan tidak peduli walaupun bertentangan dengan kebenaran, dan ini paling buruknya 'ulamâ.
Dan ada pula 'ulamâ yang bisa mengatakan kebenaran, namun kemudian menarik atau mencabutnya karena ada tekanan dari daulah, dan ini masih mending daripada 'ulamâ yang tadi. Namun inipun hendaklah menjadi pelajaran, dahulu banyak 'ulamâ tidak mau mendekat ke daulah, apalagi masuk ke wadahnya. Padahal ketika itu hukum daulah masih teranggap hukum Islâm, lalu bagaimana kiranya dengan daulah sekarang ini?. Terlebih lagi daulah telah membuatkan wadah berupa suatu ikatan dengannya, bernama organisasi ataupun lembaga dan yang semisalnya. Mungkinkah 'ulamâ yang ada di dalamnya akan leluasa menyuarakan kebenaran?!.
Al-Imâm Ahmad bin Hanbal Rahimahullâh dahulu mampu menyuarakan kebenaran karena tidak ada keterikatan dengan daulah dan tidak pula dengan ummah, sungguh benar apa yang beliau katakan:
تَرَكْتُ رِضَى النَّاسِ حَتَّى قَدِرْتُ أَنْ أَتَكَلَّمَ بِالحَقِّ
"Aku meninggalkan keridhaan manusia hingga aku berkemampuan untuk menyuarakan kebenaran."
Beliau tidak memiliki keterikatan dengan daulah dan tidak pula dengan ummah.
Dan terkadang di antara 'ulamâ tidak memiliki keterikatan dengan daulah dan tidak pula ingin menjadi 'ulamâ daulah, akan tetapi menjadi 'ulamâ ummah, berkata atau berfatwâ sesuai dengan keinginan ummah, keadaan semacam inilah yang membuat Hiraql (atau Hiraklius) larut ke dalam kesesatan hingga mati di atasnya, Nas'alullâhas Salâmata wal 'Âfiyah.
Hiraklius tahu benar kebenaran, dia yakini di dalam hatinya dan dia ucapkan dengan lisannya, dia katakan kepada ummah:
يَا مَعْشَرَ الرُّومِ، هَلْ لَكُمْ فِي الْفَلاَحِ وَالرُّشْدِ وَأَنْ يَثْبُتَ مُلْكُكُمْ فَتُبَايِعُوا هَذَا النَّبِيَّ
"Wahai segenap bangsa Romawi, jika kalian inginkan keberuntungan, petunjuk dan kekokohan kerajaan kalian maka bai'atlah oleh kalian Nabî ini."
Dengan melihat kaumnya yang berlarian setelah mendengarkan ajakannya, maka muncullah rasa takut terhadap negaranya akan bubar, diapun akhirnya mencabut kebenaran yang telah dia ucapkan, dia katakan:
إِنِّي قُلْتُ مَقَالَتِي آنِفًا أَخْتَبِرُ بِهَا شِدَّتَكُمْ عَلَى دِينِكُمْ، فَقَدْ رَأَيْتُ
"Sungguh aku mengatakan perkataanku tadi hanya untuk menguji kalian pada kekokohan kalian di atas agama kalian, sungguh aku telah menyaksikan kekokohan kalian."
Dengan ucapannya tersebut, membuat umatnya semakin berlebihan kepadanya hingga sampai berbuat syirik kepadanya:
فَسَجَدُوا لَهُ وَرَضُوا عَنْهُ، فَكَانَ ذَلِكَ آخِرَ شَأْنِ هِرَقْلَ
"Lalu mereka sujud kepadanya dan ridhâ kepadanya, itulah akhir dari perkaranya Hiraklius."
Yakni mati di atas kekâfirannya.
Adapun 'ulamâ millah ('ulamâ agama) maka dia akan leluasa menyuarakan kebenaran, karena tidak ada ikatan dan keterikatan dengan daulah maupun ummah, Wabillâhit Taufîq.
(Muhammad Al-Khidhir).
⛵️ https://t.me/majaalisalkhidhir/7960
⛵️ https://alkhidhir.com/fiqih/fenomena-ulama-masa-kini/