Kalau orang mau menelaah dan mencermati asal usul pengadaan maulid Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam maka tentu dia akan mengetahui bahwa itu pertama kali diadakan oleh Daulah Fâthimiyyah, yang mereka beraliran Rawâfidh Zanâdiqah dari keturunan bangsa Yahûdî, berkata para pakar sejarah:
إن أول من ابتدع المولِد النبوي هم ملوك الدولة الفاطمية في القرن الرابع الهجري، ومعلوم أنهم إسماعيليون زنادقة، مُتَفَلْسِفون. أدعياء للنسب النبوي الشريف، فهم من ذرية عبد الله بن ميمون القداح اليهودي الباطني
"Sungguh orang-orang yang pertama kali mengadakan maulid Nabî adalah para raja Daulah Fâthimiyyah pada abad ke empat Hijriyyah. Diketahui bahwa mereka adalah Ismâ'îliyyûn Zanâdiqah orang-orang filsafat. Mereka mengaku bernasab mulia keturunan Nabî (Muhammad Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam), padahal mereka adalah keturunan 'Abdullâh bin Maimûn Al-Qaddâh Al-Yahûdî Al-Bâthinî."
Mereka merasa berhasil bisa mengadakan maulid Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam hingga diikuti oleh banyak umat yang telah mereka pengaruhi dan mereka tipu, sebelum itu mereka telah upayakan menggagas enam maulid namun yang terus dirayakan sepanjang masa hingga hari ini adalah maulid Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, berkata Muftî Mesir Al-Muthî'î Al-Hanafî:
أول من أحدثها الفاطميون، ابتدعوا ستةَ موالد: المولد النبوي ومولد علي ومولد فاطمة ومولد الحسن ومولد الحسين ومولد الخليفة الحاضر
"Orang-orang yang pertama kali mengadakan maulid adalah orang-orang Fâthimiyyah, mereka telah mengadakan enam maulid, yaitu maulid Nabî, maulid 'Alî, maulid Fâthimah, maulid Al-Hasan, maulid Al-Husain dan maulid khalîfah yang ada."
Andaikan enam maulid ini dapat berlangsung hingga hari ini maka tentu akan banyak syar'îat yang terlalaikan, jangankan enam maulid, satu maulid Nabî saja sudah banyak menyesatkan orang, betapa banyak orang melakukan penggalangan dana guna melakukan kesyukuran dengan merayakan maulid Nabî, di antara mereka melakukan kesyukuran kepada mata air, menyerahkan sesajen ke mata air sebagai bentuk rasa syukur kata mereka, belum lagi acara pesta goyang sambil tepuk tangan dan lari-lari kecil berkeliling seakan-akan sedang thawâf, belum lagi gerakan mematuk dengan memajukkan bagian kepala dan memundurkan bagian bawah yang dilakukan secara berjamâ'ah. Yang paling ringan dan terlihat seolah-olah Islâmî dalam merayakannya adalah acara mengaji dan makan-makan serta riang gembira. Inipun sudah diingkari oleh para 'ulamâ madzhab, di antara mereka adalah Al-Hafizh Ahmad bin 'Abdirrahîm Abû Zur'ah Al-'Irâqî Asy-Syâfi'î, beliau katakan:
لا نعلم ذلك أي عمل المولد ولو بإطعام الطعام عن السلف
"Kami tidak mengetahui dari Salaf demikian itu, yakni amalan maulid, meskipun hanya dengan memberi makan."
Adapun riang gembira pada hari maulid Nabî yang para pelaksana perayaan nyatakan pada tanggal 12 Rabî'ul Awwal maka sungguh mereka telah salah dalam menempatkan kegembiraan, karena tanggal 12 Rabî'ul Awwal itu bukanlah tanggal kepastian lahirnya Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, justru tanggal 12 Rabî'ul Awwal itu adalah tanggal wafatnya Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, yang para Shahabat sangat bersedih ketika itu, Al-Imâm Ahmad bin Hanbal meriwayatkan di dalam "Musnad"nya dari Hammâd bin Salamah dari Tsâbit dari Anas bin Mâlik, beliau berkata:
وَشَهِدْتُهُ يَوْمَ مَاتَ، فَمَا رَأَيْتُ يَوْمًا كَانَ أَقْبَحَ وَلَا أَظْلَمَ مِنْ يَوْمٍ مَاتَ فِيهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Aku menyaksikan beliau pada hari wafatnya, tidaklah aku melihat suatu hari yang keberadaannya lebih buruk dan lebih gelap daripada hari yang Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam wafat padanya."
Orang Yahûdî tentu bergembira dengan wafatnya Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, maka tidak heran kalau mereka mengupayakan melalui Daulah Fâthimiyyah untuk mengadakan maulid Nabî pada tanggal 12 Rabî'ul Awwal.Ingatlah kembali bahwa kaum Yahûdî sangat giat untuk mengadakan banyak perayaan, hingga di antara mereka pernah mengusulkan atau menginginkan kepada Amîrul Mu'minîn 'Umar Ibnul Khaththâb untuk mengadakan hari perayaan turunnya ayat kesempurnaan Islâm, Al-Bukhârî meriwayatkan di dalam "Shahîh"nya dari Al-Humaidî dari Sufyân dari Mis'ar dan selainnya dari Qais bin Muslim dari Thâriq bin Syihâb, beliau berkata:
قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْيَهُودِ لِعُمَرَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ لَوْ أَنَّ عَلَيْنَا نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ: {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا} لاَتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا. فَقَالَ عُمَرُ: إِنِّي لأَعْلَمُ أَيَّ يَوْمٍ نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ، نَزَلَتْ يَوْمَ عَرَفَةَ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ
"Berkata seseorang dari kalangan Yahûdî kepada 'Umar: Wahai Amîrul Mu'minîn, andaikan turun kepada kami ayat ini: "Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, Aku cukupkan untuk kalian ni'mat-Ku dan Aku ridhâi Islâm sebagai agama kalian." Tentu kami akan menjadikan hari itu sebagai hari perayaan. Maka 'Umar berkata: "Sungguh aku benar-benar mengetahui pada hari apa ayat ini turun, yaitu turun pada hari 'Arafah pada hari Jum'at."
Yakni tidak butuh lagi mengadakan hari perayaan karena ayat itu turun bertepatan dengan dua hari mulia yaitu hari 'Arafah dan hari Jum'at.
Disadur dari kajian tematik "Menelusuri Sejarah Perayaan Maulid Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam" yang disampaikan oleh Muhammad Al-Khidhir di Masjid Al-Hidâyah Green Pramuka Jakarta.
⛵️ https://t.me/majaalisalkhidhir/8032
⛵️ https://alkhidhir.com/sirah/yahudi-menghiasi-bidah-hingga-nampak-seolah-olah-islami/
.