Tradisi sedekah laut atau labuhan adalah upacara adat yang dilakukan masyarakat pesisir dengan cara melarungkan atau melabuhkan sesajian ke laut sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Orang-orang yang melakukan ritual ini bertujuan agar diberi rezeki dan keselamatan saat mencari ikan. Sesajian yang dipersiapkan bisa beraneka ragam mencakup berbagai macam bunga, alat kecantikan, makanan seperti jenang, jajanan pasar, nasi uduk, kepala kerbau, kepala kambing, ayam dan beberapa jenis pisang yang kesemuanya dilabuhkan ke laut sebagai persembahan kepada Kanjeng Ratu Kidul.[1] Hingga saat ini upacara tersebut masih terus dilestarikan masyarakat pesisir selatan maupun utara pulau jawa meski dengan versi yang berbeda sesuai kultur masing-masing tempat. Persoalannya, apa hukum melangsungkan upacara tersebut apabila dilakukan oleh seorang muslim?
I. Asal usul sedekah laut (nyadran)
Sedekah laut disebut juga dengan nyadran adalah reminisensi dari upacara sraddha Hindu yang dilakukan pada zaman dahulu kala.[2] Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa nyadran itu berasal dari bahasa Arab نذرا yang artinya nadzar, kosakata nadzran kemudian dibaca dengan dialek Jawa menjadi nyadran. Dulu tradisi nyadran dilakukan masyarakat pantai, sedangkan tradisi sedekah bumi dilakukan masyarakat petani. Tetapi sekarang tradisi penyembelihan kambing oleh masyarakat petani juga dinamakan nyadran.[3] Sedangkan menurut sumber yang berbeda asal usul pelaksanaan budaya Nadran (nyadran) berawal pada tahun 410 M, dimana Raja Purnawarman, raja ketiga Kerajaan Tarumanegara memerintahkan Raja Indraprahasta Prabu Santanu memperdalam atau memperbaiki tanggul untuk keperluan mandi suci yang dilakukan setahun sekali untuk menghilangkan kesialan dan sarana mempersatukan rakyat sekaligus sebagai pemujaan kepada sang pencipta.[4] Kemudian setelah Islam datang terjadilah akulturasi budaya antara Islam dan Hindu sampai bertahan selama ratusan tahun hingga saat ini dengan persembahan sesajen kepada penguasa laut sebagai inti upacaranya. Hal ini dilakukan dengan maksud agar diberi limpahan hasil laut, dan sekaligus sebagai ritual tolak bala yang mana hal ini pada asalnya merupakan ritual penganut agama Hindu dalam rangka menghormati roh leluhur mereka.[5] Berdasarkan uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa upacara nyadran adalah sebuah ritual keagamaan dari luar Islam yang dipertahankan sebagai adat oleh suatu masyarakat tanpa melihat latar belakang keagamaan.
II. Hukum nyadran atau sedekah laut
Apabila telah diketahui asal usul upacara sedekah laut dan pengertiannya, berikut ini adalah hukum menyelenggarakannya bagi seorang muslim.
a. Menyembelih adalah ibadah
Larung saji atau sedekah laut dengan prosesi melabuhkan hewan atau kepala kerbau atau makanan lainnya adalah kesyirikan yang besar kepada Allah Subhanahu wa Ta’aala dan membatalkan keislaman sekalipun dibungkus dengan doa-doa layaknya bacaan doa di dalam Islam atau dipimpin seorang kyai atau tokoh agama. Karena menyembelih adalah ibadah agung[6] yang hanya boleh diperuntukkan bagi Allah saja. Allah Ta’aala berfirman; فصل لربك وانحر “Maka shalat lah untuk Rabmu dan menyembelihlah hanya untuk Dia.” Allah juga berfirman;
قل إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين
“Katakanlah (Muhammad); “Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku, hanya untuk Allah Rab semesta alam. Tidak ada sekutu bagi Dia dan kepada hal ini aku diperintah, dan aku adalah orang yang pertama berserah diri.”
b. Apabila menyembelih untuk selain Allah kesyirikan, apakah orang yang melangsungkan sedekah laut dan melabuhkan kepala kerbau, kambing atau makanan lainnya tanpa disertai penyembelihan juga sama hukumnya?
Dalam Islam seseorang tidak boleh beribadah kecuali kepada Allah. Allah berfirman;
واعبدوا الله ولا تشركوا به شيئا
“Dan beribadahlah kalian kepada Allah dan jangan kalian sekutukan Dia dengan suatu apa pun.” Menyembelih bukan satu-satunya ibadah, ia hanya salah satunya saja. Disamping menyembelih ada ibadah hati seperti pengagungan (ta’zim), pengharapan (radja’), takut (khauf) dan lain sebagainya. Allah berfirman;
إنهم كانوا يسارعون في الخيرات ويدعوننا رغبا ورهبا وكانوا لنا خاشعين
“Sesungguhnya dahulu mereka adalah orang-orang yang bersegera mengerjakan kebaikan-kebaikan dan mereka menyeru Kami (beribadah) dengan penuh harap dan cemas dan dahulu mereka orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.”
Apabila kita amati, orang-orang yang melangsungkan prosesi larung saji dan sedekah laut mereka menyelenggarakan ritual tersebut dengan penuh khidmat, pengagungan, dan kekhusyu’an layaknya sebuah upacara yang lengkap dengan aturan-aturannya yang ketat. Sebagai contoh, berikut ini adalah persiapan sesaji yang khusus diperuntukkan bagi Jin Ratu Kidul pada acara sedekah laut di Kab. Cilacap;
Persiapan sesaji sedekah laut;
1- Kembang telon, yaitu berbagai macam bunga, seperti mawar, melati, kantil, kenanga dan lain sebagainya yang semuanya harum.
2- Alat-alat kecantikan khusus wanita meliputi bedak, sisir,minyak wangi, pensil alis, dan lain sebagainya yang harum baunya.
3- Pakaian lengkap untuk wanita, baju kain, celana dalam, kutang, dan kebaya yang semuanya harus baru.
4- Kepala kerbau, kepala sapi atau kepala kambing, ayam ingkung, yaitu berupa ayam jantan yang dimasak utuh dengan kedua kaki dan sayap diikat.
5- Jajanan pasar berupa makanan kecil seperti kacang, lempeng, slondok, jenang dengan beragam warnanya, palang katul dan sebagainya.
6- Pisang sanggan, yaitu pisang raja pilihan dengan kualitas nomer satu dan jumlahnya genap. Pisang raja pulut, yaitu sesisir pisang raja dan sesisir pulut.
7- Nasi uduk beserta lauk pauk terdiri dari rempeyek, krupuk, kedelai, tauto beserta lalapannya seperti kol, timun atau buncis yang dipotong-potong kecil.
Kemudian perhatikan juga proses pelaksanaannya sejak persiapan, pembukaan hingga penutupan yang lebih kurangnya menyerupai sebuah manasik layaknya orang yang berhaji ke tanah suci, sebagaimana tertera di bawah ini;
Prosesi upacara sedekah laut
Sehari sebelum upacara sedekah laut dilaksanakan terlebih dulu diadakan prosesi Nyekar atau ziarah ke Pantai Karang Bandung yang terletak disebelah timur tenggara Pulau Nusakambangan. Kemudian setelahnya para peserta mengambil air suci di Pulau Majethi yang menurut legenda, pulau ini merupakan pulau yang diaman tumbuhnya bunga Wijayakusuma. Acara sedekah laut dimulai pada Senin Pon atau Kamis Wage pukul 07:00. Para pesertanya mengenakan pakaian adat Cilacap tempo dulu. Upacara diawali dengan penyerahan sesaji dari yayasan Honggodento kepada panitia dilanjutkan dengan tirakatan di pendopo kabupaten yang didahului dengan pemotongan tumpeng. Acara tirakatannya sendiri diisi dengan pembacaan uraian sedekah laut dan pengajian. Prosesi upacara dimulai dengan laporan tumenggung kepada adipati, wisuda dan pengalungan samir oleh adipati kepada tumenggung, lalu dilanjutkan dengan arak-arakan yang didahului dengan penyerahan sesaji atau joli dari pendopo kabupaten menuju pantai Teluk Penyu, dilanjutkan dengan pelarungan joli dari pantai Teluk Penyu ke laut Selatan, kemudian dilanjutkan dengan berbagai macam pertunjukan kesenian tradisional oleh masing-masing kelompok hingga malam hari (Anonim, 1999).[7] Inilah hakikat upacara sedekah laut itu, sulit dipungkiri bahwa ritual tersebut adalah ibadah sebagaimana asalnya memang bersumber dari agama di luar Islam.
c. Apabila upacara sedekah laut adalah ibadah lantas apa hukumnya jika seseorang melangsungkan ritual tersebut dalam rangka mengharap keselamatan kepada Allah bukan kepada selain-Nya?
Apabila benar seseorang hanya mengharap keselamatan kepada Allah bukan jin atau leluhur maka wajib atasnya mengikuti aturan Allah dalam beribadah kepada-Nya dengan cara menjalani agama-Nya. Sedangkan agama Allah yang paling tinggi adalah mentauhidkan-Nya, dan tidak ada tauhid tanpa mengingkari kesyirikan. Allah berfirman;
ومن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها
“Barangsiapa kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah berarti dia telah berpegang dengan buhul tali yang sangat kuat yang tidak akan lepas.”
Maka orang yang mengadakan acara ini atau ridha dengannya dia belum kufur kepada thaghut. Dan orang yang belum kufur kepada thaghut belum sah keislamannya.
d. Lalu bagaimana kalau orang yang melangsungkan upacara ini niatnya mewujudkan rasa syukur kepada Allah, apakah ia juga terjatuh kepada kesyirikan?
Bersyukur kepada Allah bukan dengan cara menghambur-hamburkan harta atau membuang-buang makanan meski alasannya mengharap keselamatan. Upacara ini disebut sebagai perwujudan rasa kufur lebih tepat dari pada disebut sebagai ungkapan rasa syukur. Bersyukur kepada Allah dengan mengerjakan ketaatan, meninggalkan kesyirikan dan menggunakan rezeki yang Allah berikan dijalan kebaikan.
e. Bagaimana kalau orang-orang yang melangsungkan sedekah laut itu beralasan, “Makanan yang kami labuhkan ke laut sebagai makanan ikan, karena selama ini kami diberi rezeki melalui laut. Jadi apa salahnya kalau sekarang kami balas dengan bersedekah kepada ikan-ikan di laut?!”
Ini adalah ketololan yang dipaksakan. Karena jika benar larung saji dilangsungkan untuk memberi makan ikan di laut lalu untuk apa rangkaian upacara yang dilangsungkan dengan ketat ditambah dengan mengenakan pakaian adat dan ritual yang khidmat itu?! Dan sejak kapan ikan-ikan laut makan kepala sapi, kambing, ayam utuh, pisang, bahkan diantara yang mereka labuhkan terdapat nasi uduk, jenang dan bahkan alat kecantikan yang bukan makanan sama sekali. Bukankah perbuatan ini justru membuat kotor dasar laut dan merusak biota?! Apa ada orang berakal yang membohongi dirinya sendiri dengan alasan konyol seperti ini?!
f. Bagaimana jika mereka mengatakan, “Tapi ini hanya adat dan kami hanya ingin melestarikan”
Pada upacara sedekah laut terdapat banyak sekali pelanggaran terhadap agama. Pelanggaran terbesar adalah terhadap tauhid, dimana Allah ciptakan kita hanya untuk beribadah kepada-Nya saja sedangkan pada upacara ini orang-orang tanpa mereka sadari telah memberikan ibadahnya kepada selain Allah. Belum lagi perbuatan menghambur-hamburkan harta yang hukumnya haram di dalam Islam dan jelas disebut sebagai teman-teman setan
إن المبذرين كانوا إخوان الشياطين، وكان الشيطان لربه كفورا
“Sesungguhnya orang-orang yang menghambur-hamburkan harta adalah teman-teman para setan. Dan setan itu sangat kufur kepada Rab-nya.”
Ada banyak adat istiadat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam di negeri ini yang masih bisa kita jaga dan lestarikan. Adapun yang jelas bersebrangan seperti upacara sedekah laut yang mengandung kesyirikan ini tidak ada pilihan bagi seorang muslim selain meninggalkannya. Jangan sampai kita bertahan diatas kesyirikan dengan alasan budaya seperti orang-orang musyrikin yang Allah ceritakan di dalam Al Qur’an yang berkata,
إنا وجدنا آباءنا على أمة وإنا على آثارهم مقتدون
“Sesungguhnya kami dapati bapak moyang kami berada diatas satu ajaran, dan sesungguhnya kami diatas warisan mereka akan tetap berjalan.”
Jadi beralasan dengan melestarikan budaya, atau menjaga warisan leluhur, apabila budaya dan warisan itu bertentangan dengan Islam atau bahkan kesyirikan, alasan ini sudah lebih dahulu diutarakan oleh orang-orang musyrikin dahulu dan kenyataannya alasan itu bukan pembenaran yang diterima dalam Islam. Mereka dinilai kafir bahkan diperangi oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
g. Tapi ada seorang tokoh yang berkata, “Siapa yang bilang sajen tidak boleh?! Ini hanya penghormatan!”
Subhanallah, Maha suci Allah yang memberi petunjuk dan membutakan. Kalau dengan alasan penghormatan kesyirikan jadi dibolehkan, tentu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak menghancurkan berhala-berhala. Karena berhala-berhala itu dahulu dihormati oleh penduduk Makkah. Atau kalau dengan alasan penghormatan kesyirikan jadi dibolehkan, tentu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak melarang Mu’adz Radhiyallahu ‘Anhu yang sujud kepada beliau.
h. Kalau dia bilang, “Ini bukan ibadah!”
Katakan kepadanya; Anda jahil akan makna ibadah. Karena ibadah artinya ketundukan dan kerendahan. Dan ritual ketat yang penuh khidmat dengan syarat-syarat pelaksanaan yang tertata rapi dan tidak boleh ada yang terlewat pada upacara larung saji adalah ibadah yang menyerupai aturan-aturan agama. Maka larung saji bukan sekedar adat tapi agama yang haram bagi seorang muslim mengikutinya.
Wallahua’lam. Washallallahu ‘Ala Sayyidina Muhammad wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam.
Cibinong, 19 November 2018
——————————————————————-
[1] Makalah saudari Agil Malinda, “Upacara tradisi sedekah laut di kabupaten Cilacap” [2] Upacara sraddha adalah upacara umat Hindu di pulau Jawa zaman dahulu kala untuk mengenang arwah seseorang yang meninggal. Bentuk reminisensi upacara ini, masih ada sekarang dan disebut sadran dengan bentuk verba aktif nyadran. Sumber https://id.wikipedia.org/wiki/Sraddha [3] Sumber https://pcnukendal.id/hukum-nyadran-dan-sedekah-bumi/ [4] Sumber http://amaneakoe.blogspot.com/2017/02/tradisi-nadran-sedekah-laut.html [5] Idem [6] Ibadah secara bahasa artinya tunduk dan hina. Maka orang yang ibadah menundukkan diri dan menghinakan dirinya di hadapan Rabnya. Sedangkan menurut terminology agama ibadah adalah semua yang dicintai Allah, dan menyembelih untuk Allah diperintahkan. Dan Allah tidak memerintahkan selain kepada yang Dia cintai. Maka menyembelih adalah ibadah. Dan apabila jelas bahwa sesuatu itu adalah ibadah maka tidak boleh diperuntukkan kepada selain Allah apakah jin, penunggu, atau orang shalih sekalipun. [7] Makalah saudari Agil Malinda, “Upacara tradisi sedekah laut di kabupaten Cilacap”
https://tauhidfirst.net/sedekah-laut-dan-ritual-pemujaan-setan/#_ftnref1
.