1. Memudahkan untuk beribadah
2. Menghindari diri dari menjadi Mujtahid dadakan dengan mentarjih permasalahan yang telah ditarjih oleh para imam mujtahidin
3. Menyadarkan diri bahwa diri ini hanyalah muqallid bukan siapa-siapa, sehingga Amaliah kita diatas dalil dengan pemahaman para ulama mujtahidin.
4. Menyelaraskan fiqih ibadah sehari-hari dengan masyarakat setempat pada perkara ijtihadiyyah sehingga masyarakat dapat menerima. Cukuplah casing yang dianggap aneh, jangan dianggap asing juga tata cara ibadah kita di mata masyarakat.
5. Memudahkan sampainya dakwah Aqidah kepada masyarakat. Para ulama dahulu semisal Syaikhul Islam & MBAW rahimahumallah dll tidaklah berselisih dengan masyarakat sekitar pada permasalahan fiqih, karena fiqih mereka luwes dan melebur dengan masyarakat sekitar ketika itu. Penentangan yang ada ialah pada permasalahan inti dakwah yaitu permasalahan Aqidah. Bagaimana masyarakat mau memahami kesyirikan, kufurnya sekulerisme, liberalisme, dan sesatnya paham-paham yang menyimpang jika sudah terjadi perselisihan antara sang dai vs mad'u (masyarakat) tentang qunut Subuh, jahr/sirr basmalah, lafazh sayyidina dll ?
6. Mengikuti arahan para ulama dakwah agar kita lebih sering menyampaikan nama-nama ulama yang dikenal masyarakat (misal ulama besar madzhab yang mereka anut) daripada nama ulama-ulama yang asing ditelinga mereka atau sudah mendapat stempel sebagai wahabi. Nasihat ini sering disampaikan oleh Asy-Syaikh Robi' bin Hadi di majelis Tafsir selepas 'Ashar di Maktabah lantai dua rumah beliau (ketika masih di Makkah)
7. Melatih diri menjadi sosok yang tidak mudah menghukumi sesat amaliah orang lain yang ternyata Amaliah mereka bersandar kepada dalil yang dipahami oleh para imam mujtahidin, seandainya mereka keliru sekalipun maka hal ini tidaklah membuat mereka tercela karena masuk kategori khilafiyah mu'tabar. Kecuali jika Amaliah mereka yang diselisihi tidak termasuk kedalam ranah khilafiyah yang mu'tabar.
8. Mengikuti arahan para ulama semisal Ibnu Rajab rahimahullah agar kita beramal sesuai dengan dalil yang dipahami oleh para imam madzhab.
Kita tidak merasa berat tatkala kita mendapati kaum muslimin bermadzhab atau tidak bermadzhab, namun kita akan terasa sakit dan sangat berat tatkala kaum muslimin tidak memahami hakikat kesyirikan, pembatal-pembatal keislaman, kufurnya sekulerisme dan Liberalisme yang sekarang sudah berseragam alirab Nusantara.
Engkau yang masih menganggap masalah bermadzhab atau tidak bermadzhab prioritas dakwah dan pembahasan diskusi, musuh sudah masuk ke barisan kita. Musuh tidak lagi berada di seberang, namun sudah masuk ke barisan kita. Tuturan kaidah-kaidah dan segala macam teori hanya untuk membahas bermadzhab atau tidak bermadzhab bukanlah prioritas utama dan pertama....lihatlah kaum zindik dan kafirin asli terus bertubi-tubi mengancam kita.
Dinukil dari : Ustadz Abu Hanifah Jandriadi Yasin وفقه الله
Tanggal : 2 Januari 2020
Sumber : https://www.facebook.com/share/p/9zmyz3xpdQ76qTrZ/?mibextid=Nif5oz
===
Kalau boleh ditambahkan:
9. demikian juga yg dinasihatkan oleh ulama kita sekarang seperti syaikh Al Fauzan, jadi kita juga ngikut ulama kibar.
10. selain itu dgn belajar madzhab ahlul bilad, kita bisa membedakan mana yg pendapat madzhab, mana yg produk nusantara dan menjelaskannya kepada ummat
Oleh : Ustadz Wira Bachrun وفقه الله
Tanggal : 2 Januari 2020
Sumber : https://www.facebook.com/share/p/yzh8qCsPY5bpYskp/?mibextid=Nif5oz